NASEHAT DALANG TANGSUB



"Ede ngaden awak bisa / depang anake ngadanin / gaginane buke nyampat / anak sai tumbuh luhu / hilang luhu bukke katah / wyadin ririh / enu liyu pelajahan."

"Janganlah kamu merasa bisa / biarkan orang lain menilai / pekerjaanmu seperti menyapu / setiap saat ada sampah / hilang sampah debu masih banyak / biarpun sudah pintar / masih banyak (ada pelajaran yang perlu dipelajari)."

Oleh sebagian orang Bali, lagu ini dituduh menjadi penyebab tersisihnya orang Bali dalam banyak bidang di panggung nasional. Mereka menuduh lagu ini telah menyuburkan rasa minder, rendah diri, tidak PD pada orang Bali, yang akhirnya menyebabkan orang-orang Bali tersisih dalam kompetisi nasional.

Tuduhan itu jelas salah besar. Karena hanya diambil dua baris saja, yaitu baris pertama dan kedua. "Ede ngaden awak bisa / depang anake ngadanin". Sedangkan baris sisanya, yang merupakan inti pesan dari lagu ini diabaikan. Para penuduh telah memperkosa secara semena-mena lagu yang indah dan penuh makna itu. Semestinya mereka meminta maaf kepada Dalang Tangsub.

Mendiang Dalang Tangsub, pengarang gaguritan Basur, darimana lagu itu diambil, tentu merasa prihatin dan kasihan kepada para penuduhnya, yang telah melakukan vandalisme terhadap karyanya. Sebab sesungguhnya ia menyusun lagu ini untuk satu tujuan yang sangat mulia.

Lagu itu merupakan nasehat I Nyoman Karang dari Karangbuncing, salah satu tokoh utama dari gaguritan Basur. Dan kepada siapa nasehat itu diberikan? Inilah yang menarik: kepada dua anak gadisnya yang mulai beranjak dewasa, Ni Sukasti dan Ni Rijasa.

Inti nasihat itu adalah agar kedua anak gadisnya ini terus menuntut ilmu setinggi-tingginya. Dalang Tangsub (dari Bongkasa?) melalui tokohnya I Nyoman Karang, telah mengajarkan satu sikap yang sangat modern kepada orang Bali. Pada zamannya, zaman kerajaan Bali, mendiang telah menyuarakan pentingnya pendidikan setinggi-tingginya bagi wanita. Seandainya nasehat ini diikuti, orang Bali termasuk atau terutama para wanitanya, akan sangat maju di segala bidang.

Apakah karena kita salah menangkap makna lagu itu, maka sekarang prosentase buta huruf orang Hindu, yang mayoritas orang Bali, termasuk yang paling tinggi di Indonesia? Barangkali tidak sejauh itu. Tapi yang jelas buta huruf untuk kaum wanita juga paling tinggi. Kelihatan ada kecendrungan dari orang Hindu untuk menomor-duakan bahkan mengabaikan pendidikan anak-anaknya yang wanita. Bila ini benar, berarti pemikiran umat Hindu jauh tertinggal dari pemikiran Dalang Tangsub. Kalau ibunya buta huruf bagaimana mereka bisa menghasilkan anak-anak yang berkualitas? Jangan heran bila anak-anak mereka akan kalah dalam kompetisi. Lebih-lebih dewasa ini, kompetisi tidak lagi bersifat nasional, tetapi global.

Dalam tradisi Hindu, wanita dikatakan sebagai Sakti, yang tanpanya para Dewa tidak bisa melakukan apapun. Dalam Manawa Dharma Sastra, ada sloka yang mengatakan di dalam rumah tangga di mana wanita dihormati, maka di sana ada kebahagiaan, di sana para Dewa akan senang.

Lalu apa yang dapat kita lakukan sekarang untuk membuat wanita Hindu menjadi Sakti dan Santih? Menjalani nasehat Dalang Tangsub: memberikan mereka kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam segala bidang, terutama bidang pendidikan.

"Karena itu janganlah kita sampai tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Siapkan diri dan kejarlah ilmu. Janganlah sampai terlibat pada perbuatan-perbuatan dosa. Karena orang yang rendah budi yang disebabkan karena tanpa ilmu, ia adalah merupakan musuh dirinya sendiri (Sarasamuscaya sloka 314)."

OM Shanti.



Sumber : facebook 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bhagawad Gita Bab 3 Sloka 14

LAPORAN PRAKTIKUM BOTANI